"oh, Cinta.!! Nggak Ngerti aku.

Harapan dan impian tak berubah
Selalu berguguran dan tumbang sebelum musimnya
Di akhir tahun, di awal duka
Ibarat nyanyian pilu, menenggelamkan

Aku bagai semut terjatuh di danau dangkal
Tak mampu menggapai apapun
Tak kuasa merasakan semua
Hanya terdengar nafasku bergemuruh
Dan menangis di ujung hatimu

Aku sadar…
Menggapaimu terlalu lelah bagiku
Bagai kapas di pucuk rindu

Nikmati Cinta Selagi Bisa..

Goresan pena di kertas putih menandai sebuah perjalanan seorang anak manusia...dan setiap perjalanan membutuhkan beberapa langkah kaki... dan setiap langkah kaki membutuhkan kepastian.. agar Pijakan akan teguh...

Hembusan cinta yang bersemayam di hati akan terpatri walaupun hingga azal tiba... hingga bertemunya cinta d alam keabadian dan kedamaian... 

Nikmati cinta selagi bisa, pegang cinta selagi masih bisa engkau rengkuh...Jangan lepaskan cintamu.. agar engkau bisa menikmati cintamu lebih lama lagi...hinga di beberapa kehidupan...

Kemana Indonesia-koe Yang Doeloe..??

TATA KRAMA,...

Tatakrama dari bahasa sansekerta, tata= aturan, krama = langkah, tindak, perilaku. Dalam bahasa Nusantara purba ada aturan baku yaitu tatacara dalam memberikan penghormatan. sering kita dengar dalam sebuah acara pertemuan (rapat, pernikahan dsb) pertama diawali dengan” para sesepuh, pinisepuh yang saya hormati” atau kalau dalam bahasa Jawa justru ditinggikan lagi ” katur para sepuh, pinisepuh dalasan ajisepuh ingkang tansah hamestuti dhateng pepoyaning kautaman” si pembawa acara dalam menyapa yang pertama kali adalah Sesepuh yaitu para tetua bukan ketua, orang yang karena faktor usia lebih dihormati. Kemudian pinisepuh yakni orang orang yang dituakan karena jabatan misalnya; ketua RT,ketua organisasi, para wakil rakyat, pengusaha kaya dsb. Sedangkan Aji sepuh diberikan pada orang2 yang sangat dihormati mis; ulama, kepala daerah, kepala negara. Tatakrama itu sendiri masih dibagi menjadi ; 1) unggah-ungguh, yaitu kecerdasan seseorang didalam menempatkan dirinya dihadapan orang banyak, saya ini sebagai apa , berada dimana, dihadapan saya itu siapa, saya harus bagaimana. 2) sopan santun ; meski bukan berasal dari bahasa Jawa, tetapi dimaknai sebagai etika dalam pergaulan 3) Subasita, ini tingkatan yang sulit, karena seseorang harus mampu memenej antara sikap, tindakan, bahasa yang diucapkan terhadap orang lain.

Disinilah kesulitan menjadi orang Jawa sing njawani ( orang yang tahu tatakrama), bukan wong Jawa sing ilang jawane (orang yang tidak mengerti tatakrama), sehingga mereka yang mampu mengakomodir tatakrama dalam kehidupan sehari-harinya, akan sangat disegani. Mungkin anda akan mengatakan ” lha itu kan anda orang Jawa?” nanti dulu, orang Perancis mengajarkan etiqueete, orang Yunani mengajarkan ethiqos, dan sering pula kita mendengar istilah etika, budipekerti dsbnya. Di sekolah diajarkan tentang sopan santun, bagaimana cara menyapa dsbnya. Tetapi mungkin itu untuk pendidikan dasar saja, sampai pada jenjang yang lebih tinggi sudah tidak diperlukan lagi, karena dianggap, mereka sudah bisa berpikir untuk mengambil keputusan dengan bijak dsbnya.

Negeri ini yang dikenal santun (doeloe) kini sudah mencemaskan, jangankan orang dari luar negeri, saya yang lahir di bumi merah putih ini, cemas melihat keadaan sekarang ini. kemudian yang terjadi adalah saling menyalahkan, oo yang salah orang tuanya, oo bukan itu gurunya yang salah, yang terakhir yang salah masyarakatnya. Jikalau saling salah menyalahkan terus yang benar siapa ????