Adab-adab ber-Etika

ETIKA PERGAULAN
  • Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia". (An-Nisa: 114). 
  • hendaknya pembicaran dengan suara yang dapat didengar, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas dapat difahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.  
  • Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu. Hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyatakan: "Termasuk kebaikan islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna".(HR. Ahmad dan Ibnu Majah). 
  • Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar. Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu di dalam hadisnya menuturkan : Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar".(HR. Muslim) 
  • Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani). 
  • Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah Radhiallaahu 'anha. telah menuturkan: "Sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya". (Mutta-faq'alaih). 
  • Menghindari perkataan jorok (keji). Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Seorang mu'min itu pencela atau pengutuk atau keji pembicaraannya". (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Mufrad, dan dishahihkan oleh Al-Albani). 
  • Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di dalam hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu disebutkan: "Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun". Para shahabat bertanya: Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: "Orang-orang yang sombong". (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani). 
  • Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba. Allah SWT berfirman yang artinya: "Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain".(Al-Hujurat: 12).  
  • Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak memotongnya, juga tidak menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang dibicarakannya, tidak menganggap rendah pendapatnya atau mendustakannya.  
  • Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara. 
  • Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan dan pertentangan. 
  • Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan). (Al-Hujurat: 11). 

Bertanya itu Berfikir,..

Tanya jawab bukan sekadar metode, tetapi sebuah esensi. Pengetahuan manusia berkembang, wawasan manusia diperdalam,kesadaran manusia dicerahkan oleh berbagai pertanyaan.Akhirnya pertanyaan jauh lebih penting dari jawaban.

Manusia  lebih suka menerima jawaban daripada mengajukan pertanyaan.
Jawaban, ajaran, nasihat itu yang dicari. Maka orang berduyun-duyun mendatangi guru atau yang dianggap guru, bukan untuk bertanya, tetapi untuk mendengarkan aneka jawaban yang tak pernah mereka tanyakan.
Hampir semua jawaban ditelan begitu saja karena percaya hal itu mengandung kebenaran.

Latihan berpikir adalah bertanya. Bertanya menandakan seseorang sedang berpikir atau memikirkan sesuatu yang sedang menjadi persoalan dirinya. Bertanya itu berpikir. Menerima jawaban sebanyak-banyaknya itu tidak berpikir. Pikirannya hanya mencerna jawaban-jawaban dan itu hasil pertanyaan orang lain. Menimbun jawaban tidak serta-merta seseorang mampu membuat pertanyaan sebab aneka jawaban itu tak pernah ditanyakan.

Tradisi kurang bertanya dan berpikir ini tampak di lembaga-lembaga pendidikan kita atau di suatu seminar ataupun pertemuan organisasi. Guru sebagai pemegang otoritas kebenaran tidak pernah dibantah muridnya. Demiian dengan Seminaratau pertemuan organisasi yang sebagai pembicara adalah  ketua/penasehat/ataupun bintang tamu. 
Jika dibuka pertanyaan, hanya satu-dua yang bertanya. Dan jawaban atas pertanyaannya sendiri (atau pertanyaan yang dihafal dari buku-buku) sudah cukup bagi pendengar..

Oleh karena itu seringlah bertanya.. karena bertanya bukan berarti bodoh/goblok. tetapi bertanya juga jangan  hasil daur ulang...